Indonesia Corruption Watch (ICW) mensinyalir dana
reboisasi hutan bisa jadi ladang korupsi. "Tata kelola dana kehutanan
dan indeks korupsi hutan harus dibenahi," kata Wakil Koordinator ICW,
Emerson Yuntho, di Jakarta, Kamis, 19 Mei 2011.
Menurut
Emerson, carut-cemarut juga terjadi dalam pengelolaan kehutanan. Salah
satunya terkait masalah tumpang tindih pengelolaan hutan antara daerah
dan pusat, serta pemetaan hutan tanaman industri.
Emerson menilai
pentingnya penguatan mekanisme pengawasan terhadap dana reboisasi yang
melibatkan pengawas independen, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Potensi
korupsinya amat besar," kata Emerson. "Saya mengacu pada hasil audit
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2004."
Berdasarkan hasil audit
Ernst & Young tahun 1999, ditemukan kerugian sebesar Rp 5,2 miliar
dalam tahun anggaran 1993/1994 - 1997/1998. Setelah dana reboisasi masuk
ke rekening Departemen Kehutanan, menurut Center for International Forestry Research (CIFOR), kerugian berkurang setengahnya. "Jangan sampai melestarikan hutan identik melestarikan korupsi," kata Emerson.
Peneliti
CIFOR, Herry Purnomo, mengingatkan pentingnya dibangun struktur
administrasi yang jelas serta transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan dana reboisasi sejak awal. "Apalagi dengan masuknya dana
REDD yang cukup besar," kata Herry.
Rabu, 19 Desember 2012
Minggu, 05 Agustus 2012
Senin, 25 Juni 2012
Mengenai Proyek-Proyek KeeptheHabitat
KeeptheHabitat bekerjasama dengan Badan Usaha Kehutanan Milik Negara dan perusahaan kehutanan milik swasta yang telah memperoleh ijin dari Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Rencana kerja KeeptheHabitat yang terperinci telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah Indonesia, pertama-tama melalui sebuah Nota Kesepahaman dan kemudian diikuti dengan perjanjian yang mengikat secara hukum dengan para pemegang konsesi hutan. KeeptheHabitat menerapkan seluruh proyek-proyek yang ditanganinya melalui tiga jenis perencanaan: Rencana Perlindungan Habitat (The Habitat Protection Plan), Rencana Rehabilitasi Habitat (the Habitat Rehabilitation Plan), dan Rencana Pengembangan Masyarakat (the Community Plan).
Setiap proyek yang dijalankan mengikutsertakan rencana-rencana utama ini dan masing-masing proyek dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan lingkungan hidup dan masyarakat setempat.
Rencana-rencana ini diterapkan dibawah Perjanjian atas Jasa yang terperinci dan mengikat secara hukum antara KeeptheHabitat dan para pemegang konsesi hutan. Atas persetujuan para penanam modal KeeptheHabitat menyediakan jasa tata pengelolaan dan pengawasan dari setiap proyek. Kami memperkerjakan pakar yang tidak terikat dengan pihak manapun untuk mengawasi jalanya proyek dan merekomendasikan apa saja yang perlu diperbaiki. Seluruh pengeluaran proyek diaudit oleh badan audit internasional.
About KeeptheHabitat Project Plans
Rencana Perlindungan Habitat; Rencana Rehabilitasi Habitat; Rencana Pengembangan Masyarakat; Mengenai Penerapan Proyekrencana perlindungan Habitat
Rencana Perlindungan Habitat (Habitat Protection Plan) menjabarkan wilayah geografis, sumber-sumber daya yang tersedia, keahlian dan metoda yang digunakan untuk melindungi hutan perawan dari para pembalak liar dan kebakaran hutan, dan membuat perencanaan untuk merehabilitasi wilayah hutan yang telah mengalami pembalakan berlebihan.Rencana Perlindungan Habitat diterapkan melalui cara:
|
rencana Rehabilitasi habitat
Rencana Rehabilitasi Habitat (Habitat Rehabilitation Plan) menjabarkan wilayah, kerangka waktu pelaksanaan dan metodologi yang digunakan untuk merehabilitasi hutan-hutan mengalami kerusakan akibat pembalakan yang berlebihan dan telah terdegradasi di dalam kawasan proyek.Rencana rehabilitasi habitat diterapkan melalui cara:
|
rencana pengembangan masyarakat
Rencana Pengembangan Masyarakat (Community Plan) menjabarkan apa saja yang dibutuhkan, bentuk dari setiap proyek, infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat, dan hal-hal yang menjadi prioritas bagi masyarakat yang bergantung pada hutan.
|
Rencana Pengembangan Masyarakat diterapkan dengan cara menyediakan:
|
Mengenai Penerapan Proyek
KeeptheHabitat memiliki komitmen untuk memaksimalkan keahlian organisasi-organisasi Indonesia dan mengandalkan pengalaman serta kemampuan yang dimiliki oleh organisasi-organisasi setempat ini.Kami tidak akan mengirimkan tim yang terdiri dari pakar asing untuk menjalankan proyek, namun, kami akan membawa saran dari mereka yang benar-benar pakar dibidangnya bilamana dibutuhkan.
Kami telah mengakreditasi PT Empat Delapan Saudara di Indonesia untuk bekerjasama secara cermat dan erat dengan para pemegang konsesi hutan dan organisasi yang berkompeten atas nama organisasi kami untuk memastikan bahwa proyek-proyek yang diterapkan dapat berjalan dengan lancar dan efektif.
Kami akan memastikan kekuatan serta keberlanjutan dari setiap proyek dengan memimpin seluruh rangkaian kegiatan proyek, mulai dari persetujuan hukum hingga penerapan di lapangan, verifikasi secara independen dan pembuatan laporan kepada para penanam modal.
© KeeptheHabitat
Selasa, 19 Juni 2012
Ternyata masih ada....:)
Hutan Ciamis Dapat Pengakuan Internasional
Pengelolaan hutan di
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat mendapat pengakuan internasional sebagai
hutan lestari yang memenuhi standar kelestarian lingkungan, sosial, dan
ekonomi (produksi). Pengakuan itu dituangkan dalam se-buah sertifikat
internasional dari Forest Stewardship Council (FSC) yang berkedudukan di
Bonn, Jerman.
Administratur Perum Perhutani Kesatuan
Pemangku Hutan (KPH) Ciamis, Budi Sohibudin menjelaskan, sertifikat
internasional itu diperoleh tidak mudah. Sejak 2003 lalu, Perhutani KPH
Ciamis telah berkomitmen melaksanakan pengelola hutan lestari yang
ditetapkan oleh FSC.
“Aspek yang dinilai menyangkut
keseimbangan ekologi, sosial, dan ekonomi. Semua aspek itu diukur
berdasarkan parameter internasional, sehingga tidak mudah untuk
mendapatkannya,” ujar Budi kemarin.
Budi menambahkan, diperolehnya
sertifikat internasional dengan kode sertifikat SGS-FM/CoC-00941
tersebut, sebelumnya sempat mendapat pengujian dari lembaga independen
nonpemerintah yaitu the Tropical Forest Trust (TFT) yang berkedudukan di
Swiss, Prancis.
Salah satu kelebihan lingkungan yang
saat ini masih hidup bebas sejumlah satwa langka seperti elang jawa,
gelatik jawa, macan tutul, lutung, dan biawak. “Spesies interes yang ada
saat ini merupakan top predator dan indikator spesies, sehingga bisa
memberikan perlindungan untuk jenis spesies lainnya,” pungkasnya.
Ketua Pokja Pengelolaan Hutan Lestari
yang juga Wakil Administratur Perhutani KPH Ciamis, Dicky R Sandria,
menambahkan, Ciamis mempunyai langkah antisipasi dampak lingkungan dari
kegiatan pengolahan hutan, yaitu membuat stasiun pemantauan lingkungan
(SPL), terdiri atas 13 SPL erosi, 12 SPL hidrologi, 5 SPL mata air dan 4
SPL curah hujan.
Seputar Indonesia, 18 Juni 2012, Hal. 7
Minggu, 17 Juni 2012
Akibat Penebangan Hutan, 2100 Mata Air Mengering
Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah di Banyumas, Jawa Tengah, akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk kembali menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras.
Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Di Banyumas saat ini tinggal 900 mata air, padahal tahun 2001 masih tercatat 3.000 mata air.
Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk, ujar Wisnu Hermawanto, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Banyumas, Kamis (25/8).
Akan tetapi akibat berbagai tekanan baik kebutuhan hidup maupun perkembangan penduduk, perlindungan terhadap sumber air maupun tanaman keras atau hutan rakyat semakin berat.
Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya.
Kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
Satu ikat kayu bakar ukuran sedang sekarang harganya sudah Rp 7.000, ujar Wisnu.
Ia memprediksi, setiap hari sekitar 1.500 pohon milik penduduk di Banyumas ditebang untuk dijadikan kayu bakar sebagai pengganti minyak tanah. (nts)
Sumber: Kompas, Jumat, 26 Agustus 2005
Di Indonesia, penebangan kayu secara legal mempengaruhi 700.000-850.000 hektar hutan setiap tahunnya, namun penebangan hutan illegal yang telah menyebar meningkatkan secara drastis keseluruhan daerah yang ditebang hingga 1,2-1,4 juta hektar, dan mungkin lebih tinggi – di tahun 2004, Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim mengatakan bahwa 75 persen dari penebangan hutan di Indonesia ilegal. Meskipun ada larangan resmi untuk mengekspor kayu dari Indonesia, kayu tersebut biasanya diselundupkan ke Malaysia, Singapura, dan negara-negara Asia lain. Dari beberapa perkiraan, Indonesia kehilangan pemasukan sekitar 1 milyar USD pertahun dari pajak akibat perdagangan gelap ini. Penambangan ilegal ini juga merugikan bisnis kayu yang resmi dengan berkurangnya suplai kayu yang bisa diproses, serta menurunkan harga internasional untuk kayu dan produk kayu.
Manajemen hutan di Indonesia telah lama dijangkiti oleh korupsi. Petugas pemerintahan yang dibayar rendah dikombinasikan dengan lazimnya usahawan tanpa reputasi baik dan politisi licik, larangan penebangan hutan liar yang tak dijalankan, penjualan spesies terancam yang terlupakan, peraturan lingkungan hidup yang tak dipedulikan, taman nasional yang dijadikan lahan penebangan pohon, serta denda dan hukuman penjara yang tak pernah ditimpakan. Korupsi telah ditanamkan pada masa pemerintahan mantan Presiden Jendral Haji Mohammad Soeharto (Suharto), yang memperoleh kekuasaan sejak 1967 setelah berpartisipasi dalam perebutan pemerintahan oleh militer di tahun 1967. Di bawah pemerintahannya, kroni tersebar luas, serta banyak dari relasi dekat dan kelompoknya mengumpulkan kekayaan yang luar biasa melalui subsidi dan praktek bisnis yang kotor.
Perhutani Bongkar 63 Kasus Pembalakan Hutan
Pacitan (ANTARA News) - Perum Perhutani bekerja sama dengan kepolisian berhasil mengungkap sedikit-dikitnya 63 kasus pembalakan hutan yang terjadi di berbagai daerah di Jawa Timur (Jatim) selama enam bulan terakhir.
Kepala Seksi Perlindungan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani Unit II/Jatim, Heru Dwi Kunaryanto, ketika berkunjung ke Kabupaten Pacitan, Minggu, mengemukakan bahwa dari 63 kasus pembalakan liar yang berhasil diungkap melalui Operasi Semeru Lestari, 51 orang telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Selebihnya, sebanyak 15 pelaku pembalakan liar (illegal logging) lainnya masih buron atau menjadi target operasi (TO) Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim). "Para tersangka ini kedapatan mencuri kayu di hutan negara, mulai di wilayah hutan Bondowoso, Jember, Madiun, hingga Jatirogo di Tuban," kata Heru.
Perum Perhutani sendiri telah mengidentifikasi sejumlah daerah sebagai titik rawan pencurian, seperti di wilayah Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Parengan (Bojonegoro), KPH Ngawi, KPH Saradan (Madiun), dan daerah lainnya.
Khusus pada titik-titik rawan, Perhutani akan melakukan operasi lanjutan dan berkordinasi dengan pihak kepolisian setempat.
Meski demikian, menurut dia, secara umum tingkat pencurian kayu tahun ini turun dibandingkan tahun 2010. Berdasar catatan Perum Perhutani Unit II/Jatim, sepanjang tahun 2010 lalu kehilangan 31.000 batang pohon dari berbagai jenis, seperti jati, pinus, mahoni dan kayu rimba lainnya.
Wakil Kepala Perum Perhutani Unit II/Jatim, Ellan Barlian, mengungkapkan bahwa nilai kerugian yang diderita Perhutani saat itu diperkirakan mencapai Rp5 miliar.
Berbagai upaya pencegahan terhadap tindak pembalakan kayu hutan negara sejauh ini juga masih terus dilakukan. Salah satunya melalui kerja sama dengan warga di sekitar hutan. Formatnya tertuang dalam program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) dan pemberdayaan masyarakat desa hutan (PMDH) dalam usaha perlindungan hutan.
"Di sisi lain, mereka dilibatkan juga terikat dengan kerjasama untuk mendapatkan bagi hasil sebagian dengan apa yang kita produksi. Tujuannya sederhana, yakni untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap hutan," kata Ellan.
Perhutani juga memberikan bantuan sesuai spesifikasi kebutuhan maupun permasalahan warga di sekitar hutan. Aplikasi kerjasamanya bisa berupa pemanfaatan lahan di bawah tegakan maupun tumpang sari, katanya menambahkan.
(L.KR-SAS*M038/M026)
Editor: Priyambodo RH
Sabtu, 16 Juni 2012
Fakta Mengerikan Bumi di Masa Depan
1. Pemanasan global adalah satu peristiwa yang tak bisa dielakkan
yang mempengaruhi kondisi iklim di bumi. Badai yang menghancurkan,
gelombang air pasang, tsunami dan kelaparan akibat kekeringan akan terus
berlanjut meskipun usaha-usaha untuk mengendalikan polusi dan kerusakan
lingkungan telah dilakukan. Bumi berusaha untuk terus eksis dengan
melakukan perbaikan alami, tetapi kita manusia akan menerima akibatnya
dikarenakan proses perbaikan itu sangat dahsyat dan tidak terkendali.
2.
Peningkatan kecil rotasi bumi diakibatkan ketidakseimbangan isi
kandungan perut bumi yang terkuras, bisa mempengaruhi kita dengan
berbagai cara. Banjir dahsyat yang menenggelamkan segalanya, atau
gletser-gletser yang menghilang selamanya. Itu bisa berarti kekurangan
air, pangan dan merajalelanya penyakit serta meluasnya kelaparan.
Beberapa spesies hewan dan tanaman menjadi punah.
3. Terjadinya
perubahan pola peruntukan tanah, di mana sekarang lebih banyak
orang-orang hidup di kota-kota besar dibanding dengan di daerah
pedesaan. Kota-kota penuh sesak sehingga harus memperluas areal untuk
perumahan ke wilayah pedesaan dengan mengorbankan tanah pertanian. Kota
besar yang kumuh dan kotor mengganggu kesehatan manusia dan menimbulkan
bibit-bibit penyakit baru.
4. Produksi minyak mengalami
peningkatan tahun 2008 dan 2018 akan mencapai puncaknya, dan itu berarti
awal dari penurunan. Ini bisa menjadi pencetus suatu resesi energi
global, konflik antar negara yang memperebutkan lahan minyak dan juga
sumber makanan. Minyak sangat penting bagi setiap bangsa untuk
melanjutkan aktivitas produksinya, termasuk pertanian dan peternakan.
Kedepannya, menipisnya kandungan minyak di bumi bisa mempengaruhi hidup
seluruh manusia di bumi secara signifikan.
5. Mobil mempunyai
andil sebesar 3/4 dari semua gas buang yang dipancarkan alat
transportasi. Sejak saat ini, dunia akan dipenuhi lebih dari satu milyar
mobil yang berkeliaran di jalan-jalan di tahun 2030 dan akan bertambah
hingga satu milyar lagi di tahun 2050. Hal berhubungan dengan 75%
peningkatan CO2 selama setahun di atmosfer berasal dari pembakaran bahan
bakar fosil (minyak bumi, gas bumi dan batu bara), sedangkan sekitar
20% CO2 yang memasuki atmosfer bumi berasal dari pembakaran BBM pada
mesin-mesin kendaraan bermotor, selebihnya 80% emisi CO2 bersumber dari
pembakaran bahan bakar fosil oleh mesin pembangkit tenaga listrik.
6.
Karena peningkatan suhu udara akibat meningkanya kadar CO2, maka
sedikit uap air bertahan di udara untuk membentuk awan. Hal ini berarti
hujan akan menjadi lebih sedikit, dan secara langsung berakibat hasil
produksi pertanian juga menurun. Akan terjadi di sekitar tahun 2020 di
mana terjadi suatu periode yang sulit dan air bah tiba-tiba meningkat di
semua bagian dari benua Eropa, karena mencairnya es di Kutub Utara.
Sedangkan populasi penduduk bumi akan mencapai 7,7 milyar orang.
7.
Sejak Hari Bumi yang pertama tahun 1970 hingga awal millennium baru,
manusia telah membuat peningkatan emisi (gas buang) rumah kaca sebesar
70%.
8. Atmosfer bumi sekarang mengandung 40% lebih banyak CO2 dibandingkan dengan di awal Revolusi Industri.
9.
Hasil pembakaran bahan bakar fosil dewasa ini menambah hampir 6 milyar
ton CO2 ke dalam atmosfer bumi setiap tahunnya. Hanya separuhnya yang
diserap oleh hutan-hutan dan samudera.
10. Hutan hujan pernah
meliputi 14% dari permukaan bumi. Sekarang hanya tersisa sekitar 6% dan
menurut perkiraan para ahli hutan hujan yang tersisa itu akan habis
dikonsumsi kurang dari 40 tahun. 1 sampai 1,5 hektar hutan hujan lenyap
setiap 1 detik sebagai konsekuensi tragis pembangunan di negara-negara
industri dan berkembang.
11.Hampir separuh dari semua jenis flora,
fauna dan mikro organisme akan musnah atau pasti terancam kepunahan
dalam seperempat abad ke depan disebabkan oleh penebangan hutan-hutan
hujan.
12. Perkiraan para ahli bahwa kita sedang kehilangan 137
jenis tanaman, hewan dan serangga setiap harinya karena penebangan
hutan-hutan hujan. Atau sama dengan 50.000 jenis setiap tahunnya.
Seiring dengan lenyapnya spesies-spesies di hutan hujan, demikian juga
dengan berbagai macam pengobatan penyakit-penyakit yang mengancam hidup
manusia. Sekarang ini, 121 obat-obatan yang dijual ke seluruh dunia
berasal dari tanaman obat-obatan. Sementara itu 25% dari perusahaan
obat-obatan di Barat mengambil bahan dari ramuan tanaman dari hutan
hujan, dan lebih sedikit 1% dari pohon-pohon dan tanaman-tanaman tropis
ini telah diuji coba oleh para ilmuwan.
13. Penebangan hutan yang
merajalela sekarang ini menyumbang 20% polusi pemanasan global
diakibatkan oleh terhambatnya penyerapan kembali CO2.
14. Wabah
penyakit terus bertambah baik ragam maupun jumlahnya karena polusi
udara, air dan tanah meningkat, terutama sekali terjadi di negara-negara
dengan pendapatan rendah.
15. Di tahun 2030 sekitar 18% dari
gugusan karang laut akan lenyap karena perubahan iklim dan lingkungan.
Dalam 2030 ini populasi penduduk dunia akan mencapai 8,3 milyar.
16. Tahun 2040 laut di Kutub Utara akan mengalami musim panas yang pertama tanpa es.
17.
Karena menghilangnya gletser dan terjadi musim kering yang panjang,
produksi listrik dari pembangkit listrik tenaga air akan berkurang.
18.
Luas padang pasir di permukaan bumi mengalami peningkatan disebabkan
menaiknya suhu bumi. Pada akhir tahun 2007, Australia kehilangan 25%
produksi pangannya karena hal ini.
19. Kadar karbon monoksida (CO) di atmosfer bumi terus meningkat.
20.
Efek berbahaya dari aktivitas manusia dapat mempengaruhi sistem global
dengan cara yang negatif. Perang, sebagai contoh, dapat menghancurkan
bumi dalam berbagai jalan; pembunuhan massal, berkembangnya kelaparan
dan penyakit, pembakaran bahan bakar fosil secara besar-besaran oleh
mesin-mesin perang, termasuk juga pembabatan hutan dan pengambilan
batu-batuan dan tanah untuk perbaikan kembali infrastruktur yang rus
10 Prediksi Kejadian Dahsyat di Masa Depan
Dunia saat ini dihantui oleh isu global warming
(perubahan iklim) yang dalam waktu tidak lebih dari seabad akan
menunjukkan akibatnya dan berpotensi memporak-porandakan peradaban
manusia. Bencana-bencana yang dipicu karena ketidakstabilan iklim
tersebut mulai banyak menelan korban yang tidak sedikit. Meski hanya
berupa studi-studi atau prediksi-prediksi (perkiraan), ada baiknya kita
mewaspadai peringatan ini. Berikut ini 10 kejadian yang diprediksi
akan terjadi di masa depan akibat pengaruh global warming.
1. Angin Topan Akan Bertiup Lebih Dahsyat
Belum
bisa dijelaskan apakah global warming bertanggung jawab atas
terjadinya badai Katrina. Akan tetapi, ada indikasi-indikasi yang
mengaitkan bahwa global warming akan menciptakan badai-badai berkategori
5 - badai Katrina sendiri berkategori 4 saat menghantam Lousiana.
Kekuatan badai dimulai dari adanya air hangat dan model-model ramalan
menunjukkan badai di masa depan akan menjadi lebih dahsyat seiring
dengan naiknya temperatur lautan. Global warming juga membuat
badai-badai itu lebih destruktif dengan naiknya permukaan laut yang
memicu banjir yang lebih besar di wilayah pesisir.
2. Global Warming Bisa Memicu Terorisme
Global
warming bisa menciptakan kondisi ketidakstabilan di negara-negara
miskin, sehingga memicu terjadinya migrasi dan menjadi tempat subur
berkembangnya terorisme. Kondisi negara yang tidak stabil akibat iklim
yang keras dan tidak menentu menyebabkan banyak orang meninggalkan
negaranya dan karena tekanan beberapa di antaranya bisa melakukan
tindakan yang mengarah terorisme. Belum lagi masalah akibat penolakan
dari negara yang didatangi para imigran ini.
3. Great Barrier Reef Lenyap dalam 20 Tahun
Naiknya
air laut akibat pemanasan global dalam 20 tahun akan menenggelamkan
gugusan karang ajaib ini. Charlie, mantan kepala peneliti di Australian
Institute of Marine Science mengatakan pada The Times: “Tidak ada
harapan, Great Barrier akan lenyap 20 tahun lagi atau lebih. Sekali
karbon dioksida (CO2) menyentuh level seperti yang diprediksi antara
tahun 2030 dan 2060, seluruh karang akan lenyap. Hal ini didukung para
peneliti karang dan juga semua organisasi terkait lainnya. Ini sudah
kritis dan beginilah kenyataanya”. Sebagaimana yang dikutip dari
perkataan Charlie dalam wawancara eksklusif.
4. Gurun Sahara Akan Menghijau
Para
ilmuwan melihat tanda-tanda bahwa gurun sahara dan wilayah di
sekitarnya menghijau akibat makin meningkatnya curah hujan. Hujan ini
mampu merevitalisasi wilayah gersangnya sehingga menarik komunitas
petani. Kecenderungan menyusutnya gurun ini dijelaskan oleh model-model
iklim, yang memprediksi kembalinya ke kondisi yang merubah Sahara
menjadi padang rumput subur seperti sekitar 12 ribu tahun yang lalu.[source]
5. Hewan-hewan yang Menyusut
Studi
baru menyebutkan bahwa spesies-spesies hewan akan mengalami penyusutan
rata-rata hingga 50 persen dari massa tubuhnya dalam 30 tahun
terakhir. Penelitian awal terhadap domba menduga bahwa musim dingin
yang lebih pendek dan ringan membuat domba-domba itu tidak menambah
berat badannya untuk bertahan hidup pada tahun pertama hidupnya. Faktor
seperti ini dapat juga mempengaruhi populasi ikan. Para peneliti
menyebutkan perubahan iklim ini bisa mengganggu siklus rantai makanan,
dimana predator di puncak rantai makanan lah yang paling terpengaruhi
karena menyusutnya mangsa.
6. Hutan Amazon Akan Berubah Menjadi Gurun
Memiliki
jutaan spesies dan cadangan 1/5 air bersih dunia, hutan Amazon
merupakan hutan hujan tropis terbesar di dunia. Tapi pemanasan global
dan penggundulan hutan membalikkan fungsi hutan sebagai penyerap karbon
dan merubah 30-60 persen hutan menjadi padang rumput kering.
Proyeksi-proyeksi menunjukkan bahwa hutan ini bisa lenyap menjelang
tahun 2050.
7. Kepulauan Indonesia Kehilangan Ribuan Pulaunya
Akibat
global warming, sedikitnya 2000 pulau kecil di kepulauan Indonesia
mungkin akan hilang sebelum tahun 2030 dan hal ini diperparah sebagai
konsekuensi penambangan liar dan aktivitas lain yang merusak
lingkungan. Indonesia hingga saat ini telah kehilangan sedikitnya 24
dari 17.504 pulau-pulau di wilayahnya.
8. London Tenggelam Tahun 2100
Tidak
hanya karang dan pulau-pulau landai yang terancam global warming.
Faktanya sebuah ancaman besar juga menghantui wilayah kota besar di
wilayah pantai yang beresiko tenggelam di bawah air akibat naiknya
permukaan laut. Lusinan kota-kota dunia termasuk London dan New York
bisa saja lenyap tenggelam menjelang akhir abad ini. Menurut penelitian
yang menyebutkan bahwa global warming akan mengakibatkan naiknya
permukaan air laut lebih cpt dari yg diprediksi sblmnya. London trmsk
kota besar yang beresiko tinggi seperti digambarkan dalam sebuah film
tahun 2007 berjudul “Flood”. Menurut para ahli kota ini akan tenggelam
tidak sampai 100 tahun lagi.
9. Mencairnya Pegunungan Alpen
Tahun-tahun
belakangan ini terlihat pengurangan intensitas salju di
wilayah-wilayah rendah, menyusutnya volume glacier (sungai es), dan
juga meningkatnya cairnya wilayah es beku. Hal ini berdampak langsung
pada aktivitas turisme di musim dingin. Diprediksi glacier-glacier itu
akan hilang antara tahun 2030 dan 2050. Itali dan Swiss telah
memutuskan untuk menggambar ulang batas-batas wilayah mereka akibat
berkurangnya glacier-glacier di Alpine dan menyapu tanda batas-batas
wilayah dua negara itu.
10. Tenggelamnya Kepulauan Maldiva
Wilayah
kepulauan rendah dan flat yang dikelilingi lautan diprediksi akan
ditenggelamkan oleh lautan yng mengelilinginya itu. Hal ini merupakan
berita buruk bagi para penghuninya dan juga bagi dunia pariwisata yang
mengandalkan pantai-pantai berpasir putih dengan air hangatnya, salah
satunya adalah kepulauan Maldiva. Para peneliti memberi waktu tidak
lebih dari seratus thn sbelum kepulauan ini bebar-benar lenyap ditelan
samudera.
Itulah 10 kejadian yng “Mencengangkan” yang akan terjadi di dunia masa depan, akibat global warming yang terjadi. Mengerikan memang, meski hampir semua dari kita mungkin tidak akan mengalaminya, tetapi anak cucu kitalah yang akan menghadapinya. Mungkin sbagian orang menganggap isu global warming hanyalah bualan sja, tetapi mungkin sebagian dari kita telah merasakan naiknya temperatur di wilayah masing-masing jika dibandingkan kira-kira 10 tahun yang lalu. Penulis sendiri kurang lebih 10-15 tahun yang lalu pernah tinggal di salah satu kota yang waktu itu hawanya selalu sejuk bahkan menjelang tengah hari sekalipun. Dan tahun-tahun belakangan kota itu di siang hari panas teriknya tidak kalah dengan kota Jakarta. Memang belum ada yang membuktikannya sebagai akibat global warming, tetapi satu hal sudah jelas, sudah waktunya manusia memikirkan kembali untuk menghargai alam dan bersahabat dngn alam dlm segala aktivitasnya termasuk dalam strategi pembangunan, baik infrastruktur maupun industri. Kita juga berharap, dengan diadakannya pertemuan internasional yang membahas isu perubahan iklim-yang tlah diadakan pada bulan Desember 2009 yang lalu - di Covenhagen, Denmark, Semoga membawa perubahan yang berarti dan semoga saja program kerja yang telah dicanangkan dalam pertemuan tersebut seyogyanya dapat menyelamatkan bumi ini ke depannya. Semoga saja !!!
1. Angin Topan Akan Bertiup Lebih Dahsyat
Badai Katrina !
Badai Katrina ! |
2. Global Warming Bisa Memicu Terorisme
Terrorism-Migration !
Terrorism-Migration !
Terrorism-Migration !
3. Great Barrier Reef Lenyap dalam 20 Tahun
Great-Barrier-Gone !
Great-Barrier-Gone ! |
4. Gurun Sahara Akan Menghijau
Gurun Sahara-Menghijau !
Gurun Sahara-Menghijau ! |
5. Hewan-hewan yang Menyusut
Quote:
Ship-Shrink !
Ship-Shrink ! |
6. Hutan Amazon Akan Berubah Menjadi Gurun
Amazon-Desert !
Amazon-Desert ! |
7. Kepulauan Indonesia Kehilangan Ribuan Pulaunya
Indonesia-Island-Sink !
Indonesia-Island-Sink ! |
8. London Tenggelam Tahun 2100
London-Underwater !
London-Underwater ! |
9. Mencairnya Pegunungan Alpen
Alpine Mountain-Melt
Alpine Mountain-Melt |
10. Tenggelamnya Kepulauan Maldiva
Maldives Islands-Sink !
Maldives Islands-Sink ! |
Itulah 10 kejadian yng “Mencengangkan” yang akan terjadi di dunia masa depan, akibat global warming yang terjadi. Mengerikan memang, meski hampir semua dari kita mungkin tidak akan mengalaminya, tetapi anak cucu kitalah yang akan menghadapinya. Mungkin sbagian orang menganggap isu global warming hanyalah bualan sja, tetapi mungkin sebagian dari kita telah merasakan naiknya temperatur di wilayah masing-masing jika dibandingkan kira-kira 10 tahun yang lalu. Penulis sendiri kurang lebih 10-15 tahun yang lalu pernah tinggal di salah satu kota yang waktu itu hawanya selalu sejuk bahkan menjelang tengah hari sekalipun. Dan tahun-tahun belakangan kota itu di siang hari panas teriknya tidak kalah dengan kota Jakarta. Memang belum ada yang membuktikannya sebagai akibat global warming, tetapi satu hal sudah jelas, sudah waktunya manusia memikirkan kembali untuk menghargai alam dan bersahabat dngn alam dlm segala aktivitasnya termasuk dalam strategi pembangunan, baik infrastruktur maupun industri. Kita juga berharap, dengan diadakannya pertemuan internasional yang membahas isu perubahan iklim-yang tlah diadakan pada bulan Desember 2009 yang lalu - di Covenhagen, Denmark, Semoga membawa perubahan yang berarti dan semoga saja program kerja yang telah dicanangkan dalam pertemuan tersebut seyogyanya dapat menyelamatkan bumi ini ke depannya. Semoga saja !!!
Jumat, 15 Juni 2012
Memotret kondisi hutan Indonesia
Luas hutan di Indonesia menyusut
setiap tahun. Kementrian Kehutanan mencatat kerusakan hutan hingga
2009 mencapai lebih dari 1,08 juta hektar per tahun. Menurun dari data
kerusakan hutan tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 2 juta hektar
pertahun.
Laju kerusakan hutan menimbulkan dampak yang
luas terhadap perekonomian. Seperti yang dilaporkan Wartawan BBC Sri
Lestari di Kalimantan Barat, kerusakan hutan terjadi akibat ekspansi
perkebunan kelapa sawit.Dari atas udara lebatnya hutan di Kalimantan Barat memang masih bisa kita lihat, tetapi diantara hutan tropis yang lebat itu, kita juga bisa melihat lokasi seperti tanah lapang yang hanya ditumbuhi rerumputan tanpa pohon besar.
Data Kementrian Kehutanan menyebut, selain Sumatera, hutan Kalimantan memiliki laju kerusakan yang besar, dari total kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia sebesar 1,08 juta hektar per tahun menurut.
Kerusakan hutan ini diakui Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan menyebabkan kondisi hutan Indonesia kritis.
''Memang saya kategorikan hutan Indonesia dalam keadaan kritis, karena puluhan tahun menjadi andalan untuk pendapatan bagi negara. Dari 130 juta hanya 43 juta yang masuk dalam kategori hutan perawan''.
Kita sulit mengetahui berapa sebetulnya angka deforestrasi di Indonesia, karena data terakhir berdasarkan citra satelit tahun 2005 atau sudah kadaluarsa
Elfian Effendi
Meski demikian data terakhir Kementrian Kehutanan mengklaim angka pengrusakan hutan menunjukkan indikasi menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Tetapi lembaga pemerhati lingkungan Greennomics menyebutkan tak ada data yang pasti soal kerusakan hutan di Indonesia. Seperti dikatakan Direktur Greennomics Elfian Effendi.
''Kita sulit mengetahui berapa sebetulnya angka deforestrasi di Indonesia, karena data terakhir berdasarkan citra satelit tahun 2005 atau sudah kadaluarsa, jadi bagaimana mungkin pengrusakan hutan menurun''
Kalimantan merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan alam terbesar. Pada tahun 2007, dalam buku laporan State of the World's Forests, FAO (Food and Agricultural Organization) menempatkan Indonesia di urutan ke-8 dari sepuluh negara dengan luas hutan alam terbesar di dunia.
Tetapi laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar dalam kurun waktu 2000 - 2005, mengakibatkan Indonesia menempati peringkat ke-2 dari sepuluh negara, dengan laju kerusakan tertinggi dunia.
Kerusakan Hutan Tropis Indonesia dan Belajar dari Kearifan Budaya Lokal Suku Baduy yang Ramah Lingkungan
Hutan tropis Indonesia merupakan bagian dari 10% hutan tropis dunia
yang masih tersisa. Hutan di Indonesia memiliki begitu banyak
keanekaragaman hayati yang terdiri dari 12% jumlah spesies binatang
menyusui/mamalia, 16% spesies binatang reptil dan ampibi, 1.519 spesies
burung dan 25% dari spesies ikan dunia. Sebagian diantaranya adalah
endemik atau khas hanya dapat ditemui di daerah tersebut. Luas hutan
alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan
aslinya hingga mencapai 72 persen. Penebangan hutan Indonesia yang
tidak terkendali selama puluhan tahun, mengakibatkan terjadinya
penyusutan hutan tropis kita secara besar-besaran.
Lihatlah, apa yang terjadi:
Atas nama pembangunan, penghijauan berubah jadi hutan beton megah
Atas nama keserakahan, hutan-hutan dibabat seliar-liarnya
Atas nama kesengajaan, dan keapatisan hutan-hutan terbakar
Kini keadaan Bumi semakin meranggas
Penggundulan hutan menjadikan udara gerah semakin panas
Lapisan es di kutub Bumi pun semakin mencair dan semakin banyak
Kini keadaan Bumi semakin merana
Perubahan iklim, pemanasan global berdampak bencana
Gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, kekeringan, banjir, hujan badai dimana-mana
( Selengkapnya silahkan klik pada puisi: Keseimbangan Ekosistem Bumi Terusik Sudah, Kompasiana 23 November 2009 )
Suatu kenyataan pahit, yang bisa kita lihat dari keadaan hutan tropis kita: pembalakan hutan secara liar (illegal logging) dan kebakaran hutan baik disengaja atau pun tidak. Dalam satu minggu terakhir, Kompas cetak masih memberitakan pembalakan liar yang masih terus terjadi di hutan sekitar Riau, Sumatera. Pertanyaan yang langsung terlintas adalah, bagaimana nasib hewan endemik Harimau Sumatera yang sekarang semakin langka ? Apakah akan punah menyusul nasib Harimau Jawa dan Bali yang sekarang tinggal cerita ? Ada juga berita tentang pertambangan batu bara liar atau resmi tapi tak terkontrol di Taman Hutan Rakyat Bukit Suharto Kalimantan Timur yang masih terus berlangsung serta meninggalkan kerusakan lingkungan berupa danau bekas galian disana-sini, demikian pula masih banyak jenis pertambangan lainnya. Tidak hanya di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan di Papua pun hutan tropis kita sudah mulai banyak yang berubah fungsi menjadi hamparan perkebunan kelapa sawit.
Entah sampai kapan hal-hal seperti ini terus berlangsung dan merusak tatanan ekosistem hutan serta mengancam keberadaan keanekaragaman hayati yang ada didalamnya. Tidak hanya para penghuni di hutan, tatanan sosial budaya masyarakat adat di sekitar perkebunan kelapa sawit ini pun menjadi turut terganggu. Dengan hilangnya hutan berarti hilang juga sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia, karena hutan merupakan tempat mencari makanan, obat-obatan serta menjadi tumpuan hidup bagi sebagian besar rakyat khususnya yang bermukim di dekat hutan.
Manusia perusak lingkungan masih saja berkeliaran. Sudah saatnya segenap jajaran kementerian lingkungan hidup, para polisi hutan beserta peran masyarakat di sekitar hutan dioptimalkan jangan sampai peristiwa ini terus terulang lagi dan terulang lagi.
Coba kita tengok dan pelajari banyak suku-suku adat yang tersebar di seluruh peloksok Indonesia, mereka pada umumnya sudah bertindak sangat ramah lingkungan melalui kegiatan hidupnya sehari-hari, dan kita yang katanya orang kota, faktanya justru banyak yang bertindak kurang peduli terhadap lingkungan.
Begitu sangat banyak kearifan budaya lokal dari berbagai suku adat yang banyak tersebar di seluruh peloksok Indonesia. Salah satunya, kita bisa banyak belajar untuk menghargai lingkungan dan alam sekitar dari Suku Baduy di Desa Kanekes, Leuwidamar-Lebak, Banten, yang terletak sekitar 120 kilometer sebelah Barat Daya dari Jakarta. Karena lokasinya yang relatif dekat di satu provinsi, penulis sempat berkunjung kesana beberapa kali, untuk cari informasi sambil berolah raga jalan kaki di lingkungan perbukitan yang berudara bersih dan segar.
Berikut adalah kegiatan dan kehidupan Suku Baduy sehari-hari yang dapat dijadikan pelajaran berharga serta sesuai dengan usaha kita untuk mereduksi mengatasi bahaya Pemanasan Global (Global Warming) dan Perubahan Iklim (Climate Change) yang sedang kita hadapi sekarang ini.
Warga suku Baduy tidak diperbolehkan menebang pohon secara sembarangan, terutama pohon yang berada pada area hutan lindung karena diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan kejernihan sumber air. Pepohonan di areal ini tidak boleh ditebang untuk dijadikan apa pun, termasuk diubah peruntukannya menjadi ladang atau kebon sayur/buah. Pernyataan jangan merusak hutan sudah sangat dipahami oleh segenap warga Baduy seperti pernah diungkapkan kokolot Baduy, Jaro Dainah: “Gunung ulah dilebur, Lebak ulah dirusak !” Seperti kita ketahui hutan tropis Indonesia banyak yang rusak dan berkurang karena keserakahan kegiatan penjarahan hutan secara liar (illegal logging) dan pembukaan lahan baru misalnya untuk perkebunan sawit dengan cara pintas membakar hutan yang mengakibatkan polusi udara sehingga Indonesia menempati urutan tiga besar penyumbang emisi di dunia dari segi kebakaran dan perusakan habitat hutannya.
Berladang/ bercocok tanam/ bertani merupakan pekerjaan utama suku Baduy. Tidak diperbolehkan penggunaan bahan-bahan kimia seperti pestisida terutama bagi orang Baduy Dalam yang hanya mengunakan pola tradisional organik dengan dibantu doa serta mantra-mantra. Dengan demikian pola tanam organik bebas kimia seperti ini, kenyataannya terbukti lebih bermanfaat dan menyehatkan dan malah sekarang mulai banyak ditiru oleh ‘orang kota’ yang peduli untuk menjaga kesehatannya.
Area pemukiman menggunakan bahan alamiah yang ramah lingkungan dan dibuat sendiri oleh warga Baduy secara bergotong-royong. Budaya saling menolong sangat menonjol diterapkan pada Suku Baduy, terutama jika dijumpai warga yang terkena musibah atau kesusahan. Seperti kita ketahui, budaya rasa kebersamaan dan empati tolong-menolong ini semakin tergerus di lingkungan perkotaan. Lantai panggung dan dinding rumah Suku Baduy menggunakan anyaman bambu, sedangkan atap dari bahan rumbia, membuat angin sangat leluasa berhembus menjadikan udara sejuk segar dan cahaya matahari secara alamiah dapat dimanfaatkan secara maksimal. Disini kita belajar untuk memanfaatkan sumber energi dari alam yang memang berlimpah, daripada menggunakan penyejuk udara buatan seperti ac yang boros listrik dan lampu terutama di siang hari.
Demikian pula dengan pembuatan fasilitas umum seperti jembatan untuk menyeberangi sungai, dibuat dari bahan-bahan alamiah seperti: jembatan bambu pada kampung Gajeboh, memanfaatkan rangkaian bambu besar dan panjang merupakan karya besar yang benar-benar indah dipandang mata dengan konstruksi yang ramah lingkungan.
Ada satu lagi jembatan yang sangat unik dan luar biasa indahnya, yaitu jembatan akar yang panjangnya 25m di atas Sungai Cisemeut, memanfaatkan akar dua buah pohon karet besar di kedua sisi sungai yang saling dililit/dipilin membentuk anyaman berbentuk jembatan sehingga dapat digunakan oleh orang untuk menyeberangi sungai. Sungguh suatu karya hebat yang tidak bisa dijumpai di kota-kota besar. Ini adalah karya di dunia nyata, tidak sekedar fiksi seperti jembatan akar yang terlihat pada film ‘Avatar’.
Pohon bambu banyak dijumpai di perkampungan Suku Baduy, hal ini sangat berperan membantu Bumi dalam menghadapi pemanasan global, karena penanaman bambu seluas satu juta are akan mengurangi hingga 4,8 juta ton emisi CO2 per tahun. *)
Hasil panen ladang di Baduy terutama padi. Padi ini disimpan di lumbung-lumbung yang juga dibuat dari bahan bangunan alamiah seperti pada rumah dan bisa bertahan sampai puluhan bahkan ratusan tahun! Pada pondasi kaki lumbung (terutama milik warga Baduy Dalam) terdapat papan berbentuk bidang lingkaran yang berfungsi sebagai penghalang agar hama tikus tidak dapat masuk ke area lumbung penyimpanan padi. Padi dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan warga Baduy. Budaya adat Baduy juga mengatur bahwa padi yang dihasilkan suku Baduy tidak boleh diperjualbelikan, baik di dalam ataupun di luar Baduy. Padi hanya boleh diberikan secara gratis. Bila ada warga yang gagal panen atau kekurangan beras, warga lain secara gotong royong membantu mencukupi kebutuhan beras mereka yang tertimpa musibah. Sedangkan tanaman sayur dan buah, seperti kacang, durian, atau aren ditanam di antara padi pada lahan yang disebut kebon, dan juga biasa ditanam tumpang sari dengan tanaman padi. Semuanya ditanam secara organik dan alamiah.
Udara di kampung Baduy yang berbukit-bukit (sebagian kontur kemiringan tanah mencapai 45 sampai dengan 60 derajat) tergolong masih bersih dan segar. Salah satunya karena suku Baduy pantang menggunakan alat transportasi, karena itu asap dari knalpot pun tidak dijumpai di kampung ini. Tak jarang, warga Baduy-terutama laki-laki-meninggalkan ladangnya bila pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, kegiatan bepergian ini dilakukan dengan berjalan kaki walau pun harus ke luar kota ! Disini kita bisa belajar menciptakan lingkungan yang bersih dengan tidak selalu tergantung dengan kendaraan bermotor yang asapnya akan menyumbang emisi CO2 penyebab terjadinya pemanasan global. Budaya jalan kaki bisa kita terapkan untuk tujuan dekat di sekitar lingkungan kita atau dijadikan kebiasaan berolah raga jalan setiap pagi atau sore yang bisa menyehatkan dan menyegarkan tubuh pada setiap harinya.
Kain dan baju yang dipakai oleh warga Baduy merupakan hasil tenunan sendiri dengan memanfaatkan bahan dan pewarnaan alamiah yang ramah lingkungan dari hutan yang ada. Demikian pula tas dibuat sebagai kerajinan tangan suku Baduy (kain tenun dan tas dapat dibeli sebagai oleh-oleh dari suku Baduy Luar yang tinggal mulai tapak batas sampai dengan jembatan bambu di kampung Gajeboh). Melalui warna baju yang dikenakan kita dapat membedakan suku Baduy Luar umumnya mengenakan warna hitam sedangkan Baduy Dalam warna putih. Untuk kegiatan membersihkan gigi dan badan juga seperti yang tercantum pada ketentuan peraturan yang ditulis pada prasasti di gerbang masuk pemukiman Suku Baduy, tidak boleh menggunakan odol/pasta gigi dan sabun, karena akan mencemari sungai dan lingkungan. Segala kegiatan ini menunjukkan betapa bersahabatnya warga Baduy dengan alam sekitar tanpa mencemarinya dengan segala sampah kimia, busa odol dan sabun, kemasan plastik dan sebagainya.
Makanan dan minuman warga baduy dibuat sendiri dari kegiatan berladang, dan pasti tidak tercemar bahan kimia pengawet seperti formalin dan borax. Salah satu minuman khas yang dibuat adalah campuran jahe dan gula aren (bisa dibeli sebagai oleh-oleh) yang sungguh sangat menyegarkan badan setelah jalan-jalan diperkampungan Baduy yang berbukit dengan pemandangan alamiah yang masih indah dan berudara segar.
Kita harus berjalan dari terminal Ciboleger sekitar 3 kilometer ke jembatan bambu Baduy Luar di kampung Gajeboh dan sekitar 12 kilometer ke kampung Baduy Dalam di Cibeo. Sungguh kegiatan jalan-jalan di perbukitan (hiking) yang cukup menjadikan tubuh berkeringat tetapi pasti sangat menyehatkan !
Kita juga bisa belajar banyak dari budaya makan suku Baduy, kita terapkan budaya pola makan sehat banyak serat, organik dan segar yang justru banyak terdapat pada makanan vegetarian tradisionil asli Indonesia seperti lalapan, gado-gado, lotek, karedok, asinan sayur dan buah, aneka rujak, ketoprak, kupat tahu, toge goreng, pecel, nasi lengko, sayur asem, lontong sayur, tahu/tempe, pepes jamur dan oncom serta masih banyak lagi lainnya. Dengan banyak meng-konsumsi pangan lokal, berarti kita telah turut berperan menyelamatkan lingkungan, karena telah memutus rantai transportasi yang menjadi penyebab terbesar kedua terjadinya Pemanasan Global saat ini, jika kita bisa mengurangi makan daging (flexitarian) dan bahkan bisa berhenti makan daging (menjadi vegetarian) maka kita akan memutus rantai pangan daging dari industri peternakan yang menjadi penyebab utama terbesar terjadinya Pemanasan Global !
Lihatlah, untuk konsumsi sepotong daging (sapi, domba, babi, ayam dsb) pada piring makan kita, konversi energi yang dibutuhkan setara dengan menyalakan lampu 100 watt selama 3 minggu. Satu kilogram daging menyumbang 36,4 kg CO2. Jika kita membebaskan piring kita dari konsumsi daging seminggu sekali saja efeknya sangat positif untuk menghambat laju pemanasan global yang terjadi sekarang ini, karena mempunyai efek 7,6 kali lebih cepat dibandingkan gerakan hemat energi skala rumah tangga dalam setahun.
Sebagai gambaran industri peternakan dunia menyumbang 35 sampai dengan 40 persen emisi gas metana (CH4), 9 persen emisi gas CO2, dan menyumbang 65 persen emisi gas nitrous oksida (N2O), Ketiganya adalah gas rumah kaca (GRK) paling utama. GRK bertanggung jawab pada meningkatnya suhu atmosfer Bumi. Peternakan menyumbang sekitar 51 persen emisi GRK total dunia. *) Untuk diketahui efek pemanasan global gas metana adalah 23 kali lebih kuat dari CO2 dan N2O adalah 296 kali dari CO2.
Dengan sistem kepercayaan, adat-istiadat, serta niat untuk menjaga keseimbangan alam, suku Baduy terbukti mampu mandiri menghidupi diri mereka sekaligus melestarikan alam sekitarnya. Warga suku Baduy sangat cinta produk lokal buatan mereka sendiri, akibat positifnya mereka tidak ‘kena’ resesi ekonomi global dan yang pasti tidak turut menyumbang GRK penyebab terjadinya Pemanasan Global di bumi kita. Berdasarkan penelitian dan perhitungan para ahli lingkungan dunia, jika satu juta orang mengubah gaya hidup dengan berbelanja bahan-bahan makanan produk lokal selama setahun, kita dapat mengurangi emisi CO2 hingga 625.000 ton. *)
Begitu banyak hal yang dapat kita pelajari dari Suku Baduy yang kata orang kota masih ‘primitif’ namun sebenarnya telah bertindak sangat ramah ingkungan. Pemukimannya rapih, lingkungannya bersih, udaranya segar, sungainya tak tercemar oleh segala macam sampah seperti di perkotaan dan yang pasti hutannya masih terlihat hijau alamiah. Semoga saja, budaya adat mereka tidak serta-merta berubah akibat pengaruh yang datang dari para tamu serta turis yang silih berganti mengunjungi kampungnya yang memang terlihat masih unik, bersih dan sangat alamiah.
Anda tertarik untuk berkunjung ke Perkampungan Suku Baduy ? Mau naik kendaraan pribadi atau kendaraan umum seperti bus antar kota dan kereta api tujuan kota Rangkas Bitung, lanjut ke arah terminal Ciboleger. Jika belum punya teman untuk petunjuk jalan dapat memanfaatkan jasa penduduk lokal untuk menemani agar tidak tersesat. Lakukan pengisian daftar tamu di rumah jaro dekat tugu batas gerbang masuk Perkampungan Baduy, beri sumbangan sukarela untuk keamanan dan perawatan kebersihan lingkungan, lalu tinggal pilih tujuan mau lihat obyek jembatan bambu, jembatan akar atau malah sampai lokasi Baduy Dalam (kecuali pada bulan Kawalu) silahkan saja.
Namun mohon diperhatikan beberapa ketentuan dan larangan seperti: tidak menebang pohon secara sembarangan, mencabut atau merusak tanaman sepanjang jalan yang dilalui, tidak menangkap atau membunuh binatang yang ditemui di perjalanan, tidak membuang sampah sembarangan (terutama yang berbahan kaleng dan plastik) di areal pemukiman termasuk sungai, tidak membuang puntung rokok yang masih menyala dan meninggalkan api bekas masak/unggun dalam keadaan menyala serta ketentuan-ketentuan lainnya yang tertera pada prasasti di dekat gerbang masuk.
Dan hal yang paling penting siapkan stamina anda untuk menghadapi trek jalan setapak mendaki yang ada dan bila belum terbiasa berjalan di tanah yang basah dan licin, hindari berkunjung pada saat musim hujan.
Ayo kita dukung segala program untuk menjadikan Bumi semakin hijau ( Go Green ), karena penghijauan merupakan salah satu cara ampuh untuk mengatasi dampak pemanasan global dan perubahan iklim yang sedang dialami Bumi kita yang cuma satu ini. Dan kita pun bisa turut berpartisipasi menghijaukan lingkungan dengan mulai menghijaukan halaman rumah kita masing-masing. Bagi anda yang ingin tahu lebih lanjut, masih ada 1001 cara untuk membantu Bumi dari dampak negatif pemanasan global dimulai dari rumah, yang bisa dilihat dan klik disini.
Tulisan ini juga dimuat di Blog SAYANGI BUMI dengan URL
http://infosayangibumi.blogspot.com/ atau untuk artikel ini bisa dilihat disini.
Keterangan:
*) Sumber: The Live Earth-Global Warming Survival Handbook 2007, sebagaimana ditulis pada kolom ‘Kita dan Emisi’ Kompas dalam rangka KTT Kopenhagen.
Lihatlah, apa yang terjadi:
Atas nama pembangunan, penghijauan berubah jadi hutan beton megah
Atas nama keserakahan, hutan-hutan dibabat seliar-liarnya
Atas nama kesengajaan, dan keapatisan hutan-hutan terbakar
Kini keadaan Bumi semakin meranggas
Penggundulan hutan menjadikan udara gerah semakin panas
Lapisan es di kutub Bumi pun semakin mencair dan semakin banyak
Kini keadaan Bumi semakin merana
Perubahan iklim, pemanasan global berdampak bencana
Gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, kekeringan, banjir, hujan badai dimana-mana
( Selengkapnya silahkan klik pada puisi: Keseimbangan Ekosistem Bumi Terusik Sudah, Kompasiana 23 November 2009 )
Suatu kenyataan pahit, yang bisa kita lihat dari keadaan hutan tropis kita: pembalakan hutan secara liar (illegal logging) dan kebakaran hutan baik disengaja atau pun tidak. Dalam satu minggu terakhir, Kompas cetak masih memberitakan pembalakan liar yang masih terus terjadi di hutan sekitar Riau, Sumatera. Pertanyaan yang langsung terlintas adalah, bagaimana nasib hewan endemik Harimau Sumatera yang sekarang semakin langka ? Apakah akan punah menyusul nasib Harimau Jawa dan Bali yang sekarang tinggal cerita ? Ada juga berita tentang pertambangan batu bara liar atau resmi tapi tak terkontrol di Taman Hutan Rakyat Bukit Suharto Kalimantan Timur yang masih terus berlangsung serta meninggalkan kerusakan lingkungan berupa danau bekas galian disana-sini, demikian pula masih banyak jenis pertambangan lainnya. Tidak hanya di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan di Papua pun hutan tropis kita sudah mulai banyak yang berubah fungsi menjadi hamparan perkebunan kelapa sawit.
Entah sampai kapan hal-hal seperti ini terus berlangsung dan merusak tatanan ekosistem hutan serta mengancam keberadaan keanekaragaman hayati yang ada didalamnya. Tidak hanya para penghuni di hutan, tatanan sosial budaya masyarakat adat di sekitar perkebunan kelapa sawit ini pun menjadi turut terganggu. Dengan hilangnya hutan berarti hilang juga sumber kehidupan bagi sebagian rakyat Indonesia, karena hutan merupakan tempat mencari makanan, obat-obatan serta menjadi tumpuan hidup bagi sebagian besar rakyat khususnya yang bermukim di dekat hutan.
Manusia perusak lingkungan masih saja berkeliaran. Sudah saatnya segenap jajaran kementerian lingkungan hidup, para polisi hutan beserta peran masyarakat di sekitar hutan dioptimalkan jangan sampai peristiwa ini terus terulang lagi dan terulang lagi.
Coba kita tengok dan pelajari banyak suku-suku adat yang tersebar di seluruh peloksok Indonesia, mereka pada umumnya sudah bertindak sangat ramah lingkungan melalui kegiatan hidupnya sehari-hari, dan kita yang katanya orang kota, faktanya justru banyak yang bertindak kurang peduli terhadap lingkungan.
Begitu sangat banyak kearifan budaya lokal dari berbagai suku adat yang banyak tersebar di seluruh peloksok Indonesia. Salah satunya, kita bisa banyak belajar untuk menghargai lingkungan dan alam sekitar dari Suku Baduy di Desa Kanekes, Leuwidamar-Lebak, Banten, yang terletak sekitar 120 kilometer sebelah Barat Daya dari Jakarta. Karena lokasinya yang relatif dekat di satu provinsi, penulis sempat berkunjung kesana beberapa kali, untuk cari informasi sambil berolah raga jalan kaki di lingkungan perbukitan yang berudara bersih dan segar.
Berikut adalah kegiatan dan kehidupan Suku Baduy sehari-hari yang dapat dijadikan pelajaran berharga serta sesuai dengan usaha kita untuk mereduksi mengatasi bahaya Pemanasan Global (Global Warming) dan Perubahan Iklim (Climate Change) yang sedang kita hadapi sekarang ini.
Warga suku Baduy tidak diperbolehkan menebang pohon secara sembarangan, terutama pohon yang berada pada area hutan lindung karena diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan kejernihan sumber air. Pepohonan di areal ini tidak boleh ditebang untuk dijadikan apa pun, termasuk diubah peruntukannya menjadi ladang atau kebon sayur/buah. Pernyataan jangan merusak hutan sudah sangat dipahami oleh segenap warga Baduy seperti pernah diungkapkan kokolot Baduy, Jaro Dainah: “Gunung ulah dilebur, Lebak ulah dirusak !” Seperti kita ketahui hutan tropis Indonesia banyak yang rusak dan berkurang karena keserakahan kegiatan penjarahan hutan secara liar (illegal logging) dan pembukaan lahan baru misalnya untuk perkebunan sawit dengan cara pintas membakar hutan yang mengakibatkan polusi udara sehingga Indonesia menempati urutan tiga besar penyumbang emisi di dunia dari segi kebakaran dan perusakan habitat hutannya.
Berladang/ bercocok tanam/ bertani merupakan pekerjaan utama suku Baduy. Tidak diperbolehkan penggunaan bahan-bahan kimia seperti pestisida terutama bagi orang Baduy Dalam yang hanya mengunakan pola tradisional organik dengan dibantu doa serta mantra-mantra. Dengan demikian pola tanam organik bebas kimia seperti ini, kenyataannya terbukti lebih bermanfaat dan menyehatkan dan malah sekarang mulai banyak ditiru oleh ‘orang kota’ yang peduli untuk menjaga kesehatannya.
Area pemukiman menggunakan bahan alamiah yang ramah lingkungan dan dibuat sendiri oleh warga Baduy secara bergotong-royong. Budaya saling menolong sangat menonjol diterapkan pada Suku Baduy, terutama jika dijumpai warga yang terkena musibah atau kesusahan. Seperti kita ketahui, budaya rasa kebersamaan dan empati tolong-menolong ini semakin tergerus di lingkungan perkotaan. Lantai panggung dan dinding rumah Suku Baduy menggunakan anyaman bambu, sedangkan atap dari bahan rumbia, membuat angin sangat leluasa berhembus menjadikan udara sejuk segar dan cahaya matahari secara alamiah dapat dimanfaatkan secara maksimal. Disini kita belajar untuk memanfaatkan sumber energi dari alam yang memang berlimpah, daripada menggunakan penyejuk udara buatan seperti ac yang boros listrik dan lampu terutama di siang hari.
Demikian pula dengan pembuatan fasilitas umum seperti jembatan untuk menyeberangi sungai, dibuat dari bahan-bahan alamiah seperti: jembatan bambu pada kampung Gajeboh, memanfaatkan rangkaian bambu besar dan panjang merupakan karya besar yang benar-benar indah dipandang mata dengan konstruksi yang ramah lingkungan.
Ada satu lagi jembatan yang sangat unik dan luar biasa indahnya, yaitu jembatan akar yang panjangnya 25m di atas Sungai Cisemeut, memanfaatkan akar dua buah pohon karet besar di kedua sisi sungai yang saling dililit/dipilin membentuk anyaman berbentuk jembatan sehingga dapat digunakan oleh orang untuk menyeberangi sungai. Sungguh suatu karya hebat yang tidak bisa dijumpai di kota-kota besar. Ini adalah karya di dunia nyata, tidak sekedar fiksi seperti jembatan akar yang terlihat pada film ‘Avatar’.
Pohon bambu banyak dijumpai di perkampungan Suku Baduy, hal ini sangat berperan membantu Bumi dalam menghadapi pemanasan global, karena penanaman bambu seluas satu juta are akan mengurangi hingga 4,8 juta ton emisi CO2 per tahun. *)
Hasil panen ladang di Baduy terutama padi. Padi ini disimpan di lumbung-lumbung yang juga dibuat dari bahan bangunan alamiah seperti pada rumah dan bisa bertahan sampai puluhan bahkan ratusan tahun! Pada pondasi kaki lumbung (terutama milik warga Baduy Dalam) terdapat papan berbentuk bidang lingkaran yang berfungsi sebagai penghalang agar hama tikus tidak dapat masuk ke area lumbung penyimpanan padi. Padi dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan warga Baduy. Budaya adat Baduy juga mengatur bahwa padi yang dihasilkan suku Baduy tidak boleh diperjualbelikan, baik di dalam ataupun di luar Baduy. Padi hanya boleh diberikan secara gratis. Bila ada warga yang gagal panen atau kekurangan beras, warga lain secara gotong royong membantu mencukupi kebutuhan beras mereka yang tertimpa musibah. Sedangkan tanaman sayur dan buah, seperti kacang, durian, atau aren ditanam di antara padi pada lahan yang disebut kebon, dan juga biasa ditanam tumpang sari dengan tanaman padi. Semuanya ditanam secara organik dan alamiah.
Udara di kampung Baduy yang berbukit-bukit (sebagian kontur kemiringan tanah mencapai 45 sampai dengan 60 derajat) tergolong masih bersih dan segar. Salah satunya karena suku Baduy pantang menggunakan alat transportasi, karena itu asap dari knalpot pun tidak dijumpai di kampung ini. Tak jarang, warga Baduy-terutama laki-laki-meninggalkan ladangnya bila pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, kegiatan bepergian ini dilakukan dengan berjalan kaki walau pun harus ke luar kota ! Disini kita bisa belajar menciptakan lingkungan yang bersih dengan tidak selalu tergantung dengan kendaraan bermotor yang asapnya akan menyumbang emisi CO2 penyebab terjadinya pemanasan global. Budaya jalan kaki bisa kita terapkan untuk tujuan dekat di sekitar lingkungan kita atau dijadikan kebiasaan berolah raga jalan setiap pagi atau sore yang bisa menyehatkan dan menyegarkan tubuh pada setiap harinya.
Kain dan baju yang dipakai oleh warga Baduy merupakan hasil tenunan sendiri dengan memanfaatkan bahan dan pewarnaan alamiah yang ramah lingkungan dari hutan yang ada. Demikian pula tas dibuat sebagai kerajinan tangan suku Baduy (kain tenun dan tas dapat dibeli sebagai oleh-oleh dari suku Baduy Luar yang tinggal mulai tapak batas sampai dengan jembatan bambu di kampung Gajeboh). Melalui warna baju yang dikenakan kita dapat membedakan suku Baduy Luar umumnya mengenakan warna hitam sedangkan Baduy Dalam warna putih. Untuk kegiatan membersihkan gigi dan badan juga seperti yang tercantum pada ketentuan peraturan yang ditulis pada prasasti di gerbang masuk pemukiman Suku Baduy, tidak boleh menggunakan odol/pasta gigi dan sabun, karena akan mencemari sungai dan lingkungan. Segala kegiatan ini menunjukkan betapa bersahabatnya warga Baduy dengan alam sekitar tanpa mencemarinya dengan segala sampah kimia, busa odol dan sabun, kemasan plastik dan sebagainya.
Makanan dan minuman warga baduy dibuat sendiri dari kegiatan berladang, dan pasti tidak tercemar bahan kimia pengawet seperti formalin dan borax. Salah satu minuman khas yang dibuat adalah campuran jahe dan gula aren (bisa dibeli sebagai oleh-oleh) yang sungguh sangat menyegarkan badan setelah jalan-jalan diperkampungan Baduy yang berbukit dengan pemandangan alamiah yang masih indah dan berudara segar.
Kita harus berjalan dari terminal Ciboleger sekitar 3 kilometer ke jembatan bambu Baduy Luar di kampung Gajeboh dan sekitar 12 kilometer ke kampung Baduy Dalam di Cibeo. Sungguh kegiatan jalan-jalan di perbukitan (hiking) yang cukup menjadikan tubuh berkeringat tetapi pasti sangat menyehatkan !
Kita juga bisa belajar banyak dari budaya makan suku Baduy, kita terapkan budaya pola makan sehat banyak serat, organik dan segar yang justru banyak terdapat pada makanan vegetarian tradisionil asli Indonesia seperti lalapan, gado-gado, lotek, karedok, asinan sayur dan buah, aneka rujak, ketoprak, kupat tahu, toge goreng, pecel, nasi lengko, sayur asem, lontong sayur, tahu/tempe, pepes jamur dan oncom serta masih banyak lagi lainnya. Dengan banyak meng-konsumsi pangan lokal, berarti kita telah turut berperan menyelamatkan lingkungan, karena telah memutus rantai transportasi yang menjadi penyebab terbesar kedua terjadinya Pemanasan Global saat ini, jika kita bisa mengurangi makan daging (flexitarian) dan bahkan bisa berhenti makan daging (menjadi vegetarian) maka kita akan memutus rantai pangan daging dari industri peternakan yang menjadi penyebab utama terbesar terjadinya Pemanasan Global !
Lihatlah, untuk konsumsi sepotong daging (sapi, domba, babi, ayam dsb) pada piring makan kita, konversi energi yang dibutuhkan setara dengan menyalakan lampu 100 watt selama 3 minggu. Satu kilogram daging menyumbang 36,4 kg CO2. Jika kita membebaskan piring kita dari konsumsi daging seminggu sekali saja efeknya sangat positif untuk menghambat laju pemanasan global yang terjadi sekarang ini, karena mempunyai efek 7,6 kali lebih cepat dibandingkan gerakan hemat energi skala rumah tangga dalam setahun.
Sebagai gambaran industri peternakan dunia menyumbang 35 sampai dengan 40 persen emisi gas metana (CH4), 9 persen emisi gas CO2, dan menyumbang 65 persen emisi gas nitrous oksida (N2O), Ketiganya adalah gas rumah kaca (GRK) paling utama. GRK bertanggung jawab pada meningkatnya suhu atmosfer Bumi. Peternakan menyumbang sekitar 51 persen emisi GRK total dunia. *) Untuk diketahui efek pemanasan global gas metana adalah 23 kali lebih kuat dari CO2 dan N2O adalah 296 kali dari CO2.
Dengan sistem kepercayaan, adat-istiadat, serta niat untuk menjaga keseimbangan alam, suku Baduy terbukti mampu mandiri menghidupi diri mereka sekaligus melestarikan alam sekitarnya. Warga suku Baduy sangat cinta produk lokal buatan mereka sendiri, akibat positifnya mereka tidak ‘kena’ resesi ekonomi global dan yang pasti tidak turut menyumbang GRK penyebab terjadinya Pemanasan Global di bumi kita. Berdasarkan penelitian dan perhitungan para ahli lingkungan dunia, jika satu juta orang mengubah gaya hidup dengan berbelanja bahan-bahan makanan produk lokal selama setahun, kita dapat mengurangi emisi CO2 hingga 625.000 ton. *)
Begitu banyak hal yang dapat kita pelajari dari Suku Baduy yang kata orang kota masih ‘primitif’ namun sebenarnya telah bertindak sangat ramah ingkungan. Pemukimannya rapih, lingkungannya bersih, udaranya segar, sungainya tak tercemar oleh segala macam sampah seperti di perkotaan dan yang pasti hutannya masih terlihat hijau alamiah. Semoga saja, budaya adat mereka tidak serta-merta berubah akibat pengaruh yang datang dari para tamu serta turis yang silih berganti mengunjungi kampungnya yang memang terlihat masih unik, bersih dan sangat alamiah.
Anda tertarik untuk berkunjung ke Perkampungan Suku Baduy ? Mau naik kendaraan pribadi atau kendaraan umum seperti bus antar kota dan kereta api tujuan kota Rangkas Bitung, lanjut ke arah terminal Ciboleger. Jika belum punya teman untuk petunjuk jalan dapat memanfaatkan jasa penduduk lokal untuk menemani agar tidak tersesat. Lakukan pengisian daftar tamu di rumah jaro dekat tugu batas gerbang masuk Perkampungan Baduy, beri sumbangan sukarela untuk keamanan dan perawatan kebersihan lingkungan, lalu tinggal pilih tujuan mau lihat obyek jembatan bambu, jembatan akar atau malah sampai lokasi Baduy Dalam (kecuali pada bulan Kawalu) silahkan saja.
Namun mohon diperhatikan beberapa ketentuan dan larangan seperti: tidak menebang pohon secara sembarangan, mencabut atau merusak tanaman sepanjang jalan yang dilalui, tidak menangkap atau membunuh binatang yang ditemui di perjalanan, tidak membuang sampah sembarangan (terutama yang berbahan kaleng dan plastik) di areal pemukiman termasuk sungai, tidak membuang puntung rokok yang masih menyala dan meninggalkan api bekas masak/unggun dalam keadaan menyala serta ketentuan-ketentuan lainnya yang tertera pada prasasti di dekat gerbang masuk.
Dan hal yang paling penting siapkan stamina anda untuk menghadapi trek jalan setapak mendaki yang ada dan bila belum terbiasa berjalan di tanah yang basah dan licin, hindari berkunjung pada saat musim hujan.
Ayo kita dukung segala program untuk menjadikan Bumi semakin hijau ( Go Green ), karena penghijauan merupakan salah satu cara ampuh untuk mengatasi dampak pemanasan global dan perubahan iklim yang sedang dialami Bumi kita yang cuma satu ini. Dan kita pun bisa turut berpartisipasi menghijaukan lingkungan dengan mulai menghijaukan halaman rumah kita masing-masing. Bagi anda yang ingin tahu lebih lanjut, masih ada 1001 cara untuk membantu Bumi dari dampak negatif pemanasan global dimulai dari rumah, yang bisa dilihat dan klik disini.
Tulisan ini juga dimuat di Blog SAYANGI BUMI dengan URL
http://infosayangibumi.blogspot.com/ atau untuk artikel ini bisa dilihat disini.
Keterangan:
*) Sumber: The Live Earth-Global Warming Survival Handbook 2007, sebagaimana ditulis pada kolom ‘Kita dan Emisi’ Kompas dalam rangka KTT Kopenhagen.
PEMBALAKAN LIAR
Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20
juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan
meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas
terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan
hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun,
luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total
tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan
(deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang
menganggap sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa
dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar
dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju
deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektar per
tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan
kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak
ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu
senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih
US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya
nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat
dihasilkan dari sumber daya hutan.
Penelitian Greenpeace
mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta
hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal
logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data Badan
Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari
sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar (Antara, 2004).
Langganan:
Postingan (Atom)